Selasa, 24 Juni 2008

Serangga Di Gedung Pengadilan

Oleh : Mustafa Ostafal Taffa


Berbagai jenis serangga telah muncul di kota Makzat. Serangga bertelur dan berbiak di gedung pengadilan. Serangga-serangga tersebut tak banyak menimbulkan gangguan apa-apa di luar area gedung tersebut. Dua bulan lalu, di pengadilan tersebut seorang pejabat negara menjadi terdakwa korupsi. Seperti biasa selalu ada pendemo anti-korupsi di depan pengadilan. Saya ikut terlibat dalam demonstrasi di pihak anti-korupsi. Lebih dari sepuluh meter dari arah kami, ada demonstran lain yang berpakaian seragam ormas pemuda parpol. Sebagian lainnya juga mengenakan kaos berwarna-warni mewakili masing-masing parpol mendukung para koruptor.

“Saya sebaiknya masuk menyaksikan suasana pengadilan.”

“Jangan lupa bawa KTP, ada pemeriksaan disana!”

Di depan pintu masuk sudah tersedia petugas polisi yang bertugas menjaga gedung pengadilan. Mereka juga bertugas melindungi para koruptor yang akan diarak keliling kota, selepas pembacaan vonis bebas. Birokrasi pemeriksaan KTP di pengadilan persis seperti cara Pemda melaksanakan operasi Yustisi pada kaum miskin kota. Di depan petugas, saya langsung menyodorkan KTP.

“Boleh saya masuk pak?” tanyaku. Tak ada jawaban dari mereka, tapi hanya sibuk membolak-balik KTP, tanpa membaca apapun yang tertulis di sana. Tak ada kesan untuk memeriksa siapa saya, padahal saya memang bukan pemilik KTP tersebut. Mereka saling berbicara dengan bahasa yang tak pernah saya mengerti. Hebat, polisi sudah berhasil menciptakan bahasa sendiri, yang tak bisa kumengerti. Bahasa mereka lebih rumit dari Esperanto (bahasa ciptaan Marc Okrand), Bushmen (suku semak Afrika), Navajo (bahasa Indian di perang Pasifik), dan Klingon (bahasa alien di film Star Trek). Sebenarnya, saya tak yakin para polisi bisa secerdas itu dengan membuat bahasa tersendiri.

Mulut mereka memang terbuka dan seperti sedang bicara satu sama lainnya, tapi suaranya bukan suara manusia. Hanya terdengar seperti bunyi jangkrik. Sebagian lainnya terdengar berbicara seperti suara hama penggerek batang padi yang sedang memotong-motong tangkai bulir buah. Saya tak mengerti, apa sedang terjadi. Jangan-jangan saya telah berhalusinasi akibat gejala heatstroke (terkena sengatan matahari) saat demonstrasi tadi, sehingga kesadaranku mulai menurun.

Tanpa menunggu jawaban dari polisi yang bersuara jangkrik dan hama penggerek batang padi, saya langsung masuk dan berdiri di arah paling belakang. Saat itu hakim ketua akan bersiap membacakan vonis atau tuntutan hukum. Seperti tadi, saya juga mendengar suara-suara aneh di loudspeaker (pengeras suara). Suara hakim ketua, mirip derik belalang tua yang sedang makan daun.

“Nampaknya kali ini ada gangguan sound system, ya?” tanyaku hendak kupastikan mungkin ada gangguan teknis pada sistem tata suara di mikropon, mike, loudspeaker, atau yang lainnya. Orang yang kutanyai juga bersuara aneh seperti hakim ketua. Saya jadi kalut dan meninggalkan gedung pengadilan.

Di luar gedung pengadilan tak tampak lagi seorang pun demonstran anti-koruptor. Cepat sekali mereka pulang, bukan seperti biasanya. Mereka hanya meninggalkan bentangan spanduk yang dijejer di seberang jalan gedung pengadilan. “Kalian semua cuma serangga pemakan daun muda”, “Kutu busuk menggerogoti uang negara”, dan “Dasar kecoak para koruptor”. Seingatku tadi tak ada spanduk berbunyi demikian yang kami bawa. Lagi pula saya ikut terlibat langsung dalam pembuatan spanduk tersebut. Tak ada satu pun tulisan yang berkaitan dengan tema serangga.

Saya memutuskan menemui para demonstran pro-koruptor, untuk meminta informasi kemana perginya para demonstran anti-korupsi. “Demonstran yang anti-korupsi, pergi kemana semuanya?” tanyaku pada pimpinannya. Ia menjawab atau lebih tepatnya seperti menggerutu padaku. Seperti yang terjadi di gedung pengadilan, jawaban dan gerutuannya tak kumengerti. Ia juga bersuara seperti jangkrik. Orang-orang lainnya juga bersuara seperti dengungan ribuan kepakan sayap belalang atau tawon. Kini bukan hanya pendengaranku yang mulai aneh, pandanganku juga berubah. Diantara mereka sudah ada yang terlihat bertampang kecoak, kutu rambut, hama wereng, dan sebagainya. Saya jijik melihat semua demonstran pro-koruptor yang bermetamorfosa menjadi serangga. Mereka sepertinya bersikap ganas dan kanibal, dengan saling memangsa sesamanya. Saya berlari secepat mungkin. Sekitar dua puluh menit berlari, semua rombongan demonstran anti-koruptor sudah terlihat tepat di belokan jalan. Syukur, saya sudah melihat spesiesku berupa manusia.

“Kau baik-baik saja?” Seorang dari mereka, terlihat cemas melihatku.

“Entahlah! Penglihatan dan pendengaranku agak terganggu.”

“Kau memang agak pucat. Tolong panggilkan tim medis!” Beberapa orang berbaju putih, cepat mengangkatku ke atas tandu dan diangkut ke mobil ambulans. Setelah itu semuanya serba gelap, saya pingsan.

“Sudah siuman ya!” Seorang perempuan berwajah manis, memberiku sapaan ternyaman hari itu.

“Apa yang terjadi denganku?” Tanyaku sambil menebak-nebak apakah dia dokter, suster, atau bidadari. Tebakan ini kuperlukan untuk memastikan kembalinya kesadaranku secara normal. Ini juga untuk memastikan siapa tahu saya sudah berada di surga dan ketemu bidadari. Saya merasa hampir mati di pengadilan. Syukur bila mati, langsung masuk sorga dan ketemu bidadari.

“Kamu terkena gejala keracunan!” jawabnya singkat. Kuperhatikan di tanda pengenalnya, ia memang dokter yang berwajah bidadari. Ini berarti kesadaranku sudah mulai pulih. Ternyata aku belum mati. Indikasi kesadaran yang belum pulih, bila masih susah membedakan mana suster atau dokter, apalagi bila mereka sama-sama ramah dan manis. Setelah menyaksikan dan mendengar suara-suara serangga, kini melihat dokter manis bersuara terindah. Sebuah pengembalian kesadaran yang melebihi kemanjuran semua obat-obatan.

Di ruangan UGD (Unit Gawat Darurat) nampaknya penuh dengan pasien. Ada yang berpakaian pengacara, jaksa, hakim, dan polisi. Ada juga orang yang mengenakan seragam parpol. Wajah, badan, kaki, dan tangan mereka kemerah-merahan dan penuh bentol-bentol. Terdakwa korupsi yang kulihat di dalam gedung pengadilan itu pun bernasib demikian pula. Mereka semua mengeluh dan mengerang, tapi suaranya tak seperti suara manusia.

“Dok, apa yang terjadi dengan mereka? Suara mereka terdengar sangat menakutkan.”

“Mereka semua terkena serangan serangga di dalam dan di sekitar gedung pengadilan. Kemungkinan sengatan serangga telah mempengaruhi pita suara mereka. Ini kasus yang pertama terjadi disini.”

“Kalau saya keracunan zat kimia apa?”

“Keracunan pestisida. Tadi kamu menjadi sukarelawan pembasmi serangga, namun prosedur keselamatan dari efek racun serangga agak terabaikan. Efek racun serangga itulah yang mengganggu kesadaranmu, hingga pingsan.”

Orang-orang bersuara serangga ternyata kudengar juga di UGD. Kali ini saya pasti tak bermasalah dengan pendengaranku, karena dokter itu juga mengakui adanya orang-orang bersuara aneh seperti dalam film serangga alien antagonis di Starship troopers dan Man In Black. Bedanya, serangga-serangga disini berada di pihak protagonis versus sindikat antagonis koruptor.

Saya sama sekali tidak ingat tentang keikut-sertaanku dalam tim penyemprot serangga. Seingatku tadi ikut berdemonstrasi dan manyaksikan pengadilan tindak pidana extra-ordinary crime (kejahatan luar biasa) berupa korupsi. Jika memang saya dalam tim itu, pastilah harus kusesali keikutsertaanku membunuhi serangga. Makhluk-makhluk hexapoda (berkaki enam) tersebut telah berhasil melumpuhkan koruptor dan aparat hukum yang membelanya. Saya tak tahu pasti, yang mana mimpi atau kenyataan antara berdemonstrasi maupun menjadi sukarelawan penyemprot serangga? Saya mungkin telah berada di dua realitas pada saat bersamaan, yakni seperti yang kualami dan juga sebagaimana yang disampaikan dokter tersebut. Mungkinkah saya telah berada di realitas dunia paralel tempat serangga membasmi para koruptor. Realitas dunia paralel ala teori Fisikawan Stephen Hawkings pasti telah terjadi padaku.

Saya merasa sangat mengantuk dan kupastikan untuk tertidur. Semoga kali ini bermimpi indah untuk bertemu dokter cantik itu, dalam suasana yang tak dijejali para koruptor di bangsal UGD. Di dalam mimpi atau dunia paralel, akan kuajak dokter manis untuk bersatu bersama serangga memusnahkan sindikat koruptor. Apalagi yang kini harus dilakukan untuk melawan koruptor, selain cuma dalam mimpi. Hanya dalam mimpi para koruptor bisa dibasmi. Itu pun harus butuh bantuan total serangan massif serangga.


Tidak ada komentar: