Selasa, 17 Juni 2008

Vademekumenulis CaKa

Vademekumenulis Jurnalistikritis Caka

Vademekumenulis CAKA’ dimaksudkan sebagai cara sistematik dan metodologis tentang bagaimana seharusnya UKPMers membuat produk-produk ‘jurnalistikritis’ seperti berita, kolom, feature, deep reporting, in depth interview, Investigasyik (investigasi itu asyik) dan sebagainya. Sekarang ini media kapitalisme hanya menyajikan ‘berita bangsat’ (newshit), berita seremoni (ceremonews), berita hiburan (infotainment), berita hiburan ‘tai kucing’ (infotaikucingment), tontonan yang menyebalkan (spectacleshit) dan sebagainya. Media kapitalisme juga mengandalkan prinsip jurnalistik ‘Kafir Both Side’ yakni bagaimana cara menutupi (‘cover’ atau ‘kufur’) suatu fakta dengan menyajikan berita-berita yang sudah terskenariokan di meja redaksi oleh gate keeper. Prinsip jurnalistik ‘Cover Both Sides’ hanyalah penamaan secara akademis dari ‘Kafir Both Side’. ‘Cover Both Sides’ hanyalah bagian dari apa yang disebut sebagai ‘white lies’ (kebohongan kulit putih) dan ‘true lies’ (kebenaran kulit putih). Keterangan lebih lanjut baca “Unidentified Flying Ostafology (UFO) dalam bagian “Nonalogi Ostafolog (NO)”, khususnya “Journalism of Coverruption Both Side”.

“Sebutan ‘Kafir’ dalam konteks ini bukan dalam terminologi agama sebagaimana adanya oposisi bipolar seperti ‘Islam’ versus ‘Kafir’. Istilah ‘Kafir’ dimaksudkan kepada siapa saja yang menutupi-nutupi kebenaran dengan ‘to cover’ (menyelubungi atau menutupi) suatu kebenaran. Para pelaku yang bergerak di media kapitalisme, lalu terlibat ‘Kafir Both Side’, maka dapat terhimpunkan dalam ‘diagram ven’ sebagai golongan “Ya Ayyuhal Kafiruun”.

White lies’ yang diartikan sebagai ‘kebohongan kulit putih’ maupun ‘true lies’ sebagai ‘kebenaran kulit putih’, pastilah ‘terbaca’ sangat rasis. Memang pengertianya seolah-olah rasis, tapi itulah fakta yang terbentang sangat jalang di realitas dunia pers global. ‘White lies’ dapat juga diartikan sebagai “kebohongan yang terus-menerus dilakukan (never ending lies), hingga akhirnya menjadi sesuatu yang suci (white)”. Contoh khas pelaksanaan ‘White lies’ bisa dibaca pada dua serial “Kitab Perjanjian Baru” (The Old Testament) dan “Kitab Perjanjian Lama” (The New Testament). Dalam penelitian yang dilakukan ilmuwan Kristen, melalui metode hermeneutik, ditemukan fakta tentang isi kedua kitab itu, yang mengandung minimal 50. 000 kebohongan (fifty thousand errors). Dua kitab suci yang ‘hyper errors’ itu tetap dianggap benar dan suci (true and white), karena terus menerus disajikan secara dogmatis dan doktrinasi di gereja, sekolah theologi dan seminari. Sebenarnya setiap hari, minimal terjadi penyebaran ‘fifty thousand errors’ dari kantor-kantor berita dunia dan jaringan berita global ‘American-Jewshit’ (Jahudi Amerika Bangsat). Dalam pandangan dunia tontonan (spectacles’ world of view), semua kebohongan sebanyak ‘fifty thousand errors’ akan susah untuk ditapis, karena setiap saat disebar tanpa henti. Penyebaran ‘fifty thousand errors’ dilakukan melalui televisi, koran, majalah, radio dan dunia internet. UKPMers harus mengkampanyekan “War againts Errorist”. Biarlah kita dianggap sebagai ‘Terrorist’, hanya karena melawan ‘Errorist’. “True lies” dapat juga diartikan sebagai “kebohongan yang terus-menerus dilakukan (never ending lies), hingga akhirnya menjadi suatu kebenaran (true)”. Apa yang terjadi dalam ‘white lies’ dan ‘true lies” disebut sebagai ‘hyper-lies’. Evolusi ‘hyper-lies’ terjadi ketika “Ketika kebohongan terus menerus dilakukan secara sistematik, terorganisir dan ditunjang oleh dana yang besar, maka akhirnya kemudian dipercaya sebagai suatu kebenaran”. Hyper-lies’ terjadi secara sukses ketika ‘kebohongan’ tak lagi bisa dibedakan dengan ‘ketidak-bohongan’, maka akan menjadi suatu kebenaran. Amirul Mukminin Umar bin Khattab, r.a. berkata, “Kejahatan yang teroraganisir, akan mengalahkan kebaikan yang tak terorganisir.” Fungsi fundamental UKPMers yakni bagaimana mengorganisir kebaikan dalam bentuk demo, pembangkangan, ‘jurnalistikritis’, dan resistensi. Semua kebaikan itu diorganisir melalui tulisan bulletin CAKA, diskusi, spanduk, BBB, siaran radio CAKA FM, pamflet, puisi, prosa, pembuatan ‘blogila’ dan ‘goblog’ di dunia maya, dan sebagainya. Bulletin CAKA, perlu juga dibuat dalam bentuk ‘Bulleteen’ yang disajikan sebagai bacaan untuk ‘teen’ (remaja). Mereka harus dibuat kritis lebih cepat dan bukannya cepat matang secara seksual, karena terhisap fantasi dalam ‘teenlit’. ‘Bulleteen’ ini untuk menyaingi pesona ‘love lieshit’ (kebohongan-kebohongan asmara) yang ada dalam ‘teenlit’. Pesona ‘teenlit’ kini memperbodoh secara moral pada anak-anak remaja. ‘Bulleteen CAKA’ ini juga dimaksudkan sebagai ‘Bullet for teen’ (peluru untuk remaja), agar mereka juga bisa mempunyai ‘worded weapon’ (kata yang dipersenjatai). “Bila kata tak lagi menjadi senjata, ganti saja dengan batu. Peras darah dari batu agar menjadi tinta. Tulis dengan tinta berdarah, agar menjadi bullet’ (peluru) dalam ‘Bulletin’ CAKA. Tak ada gunanya kata, jika hanya menjadi senjata tanpa peluru (gun without bullet), karena kau tak akan tahu kapan akan menembak! If words are a weapon without a bullet, you are only become a hotshot (Bila kata adalah senjata tanpa peluru, maka kau hanya akan menjadi ‘hotshot’ atau ‘orang sok jago’)

Ostafucking Shit Al Mustafa,

Bontang Kaltim Pebruari 2008

Berikut ini beberapa cara membentuk “JURNALISTIKRITIS CAKA” yang anti-prinsip jurnalistik “Kafir Both Side”.

1. Negative Thinking Criticism

Negative Thinking Criticism merupakan suatu cara berpikir kearah berlawanan dengan kondisi “normal” yang kini berlangsung di kampus dan negara ini. Hal ini agar masyarakat kampus dan masyarakat umum terbebas dari ironi pemikiran hegemonik yang dianut orang-orang yang berkuasa di tingkat negara, rektorat, fakultas, dan jurusan. Semua kebijakan resmi dan tak resmi di kampus/negara harus mendapat tanggapan berlawanan arah. Mayoritas kebijakan-kebijakan tersebut menempatkan mahasiswa/masyarakat dalam kondisi sebagai orang-orang yang ditekan/ditindas. Perlawanan tekstual melalui tulisan dan spanduk harus mengeluarkan mahasiswa/masyarakat dari lingkaran setan kebijakan rektorat/pemerintah yang selalu menindas.

Contoh

Kebijakan PR III sekarang dan yang akan datang, nyaris serupa sisi buruknya dengan semua PR III sebelumnya. Semua kekisruhan di kampus harus dihubungkan dengan pola pikir dan pola tindak PR III sekarang. Penantang-penantang terbaik semua gagasan dan ulah PR III harus berasal dari perlawanan berpikir UKPMers yang termuat di Caka. Catatan:

Semua contoh yang disajikan, didasarkan pada saat dimulainya pembuatan ‘Vademekumenulis CAKA’ beberapa tahun lalu. ‘Vademekumenulis CAKA’ dibuat setelah terjadi pemberitaan tentang “Professor berhati binatang”. Akibat pemberitaan ini, pihak pengurus UKPM dilaporkan ke polisi. Saat itu UKPM dibawah pimpinan Sulvi. Diharapkan nanti, UKPMers membuat laporan semacam itu, karena kini bukan hanya ada “Professor berhati binatang”, tapi sudah ada “Professor yang seperti Babi Napoleon”. Adanya birokrat dan ‘kleptokrat’ yang berwatak seperti ‘Babi Napoleon’, telah menjadikan kampus ‘Universitaswastanuddin’ (Unhas) sebagai suatu “animal farm”. ‘Animal Farm’ dan ‘Babi Napoleon’ akan dijelaskan pada bagian lain dari ‘Vademekumenulis Caka’.Contoh-contoh dikerucutkan hanya pada konteks kampus, meskipun juga terkadang menyangkut pada konteks negara. Pengerucutan contoh ditujukan pada masalah kampus, karena wilayah itu cukup sempit untuk dilihat realitasnya. Jika UKPMers memahami kondisi kampus, maka akan bisa juga memahami apa yang terjadi di negara ini. Kampus merupakan miniatur negara dalam segala bentuk kebijakannya. Kebijakan negara yang menindas rakyat secara umum, pada akhirnya akan di-copy-paste oleh petinggi kampus untuk menindas mahasiswa. BHP dan BHMN merupakan produk kebijakan kapitalisme negara yang secara langsung menindas rakyat secara umum. Kebijakan itu kelihatannya hanya dipakai untuk mengebiri mahasiswa secara ekonomi, tapi dampaknya menular pada orang tua mahasiswa dan masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan tinggi . Apa yang terjadi dalam kampus, tak lain merupakan refleksi dari apa yang terjadi pada negara ini, begitupun sebaliknya. Bila Mahasiswa tertindas, berarti masyarakat secara umum juga pasti mengalami penindasan yang setaraf atau malah lebih.

2. One Stop Next Crisis

Ruang kecil UKPM harus menjadi suatu ”crisis center” penggodokan tingkat krisis yang terjadi di Unhas. Berbagai pola krisis itu mungkin telah diatur secara terorganisir oleh para penguasa rektorat periode sekarang untuk kepentingan perpanjangan jabatan periode berikutnya. Laporan ‘Jurnalistikritis Caka’ harus membeberkan semua segi krisis itu sampai tingkat minimum.

Contoh

Aksi Mahasiswa Sastra (AKSARA) harus didukung pula oleh laporan prakiraan krisis-krisis baru pasca AKSARA tersebut. Pihak rektorat telah merancang rekayasa krisis baru yang mungkin tak sempat terpantau AKSARA. Pola aktivitas mahasiswa, baik yang mampu “melihat aksara”, “rabun aksara’ atau “buta aksara”, harus mampu diarahkan untuk sadar pada suatu krisis apa saja. Mahasiswa yang“melihat aksara”, yakni seluruh UKPMers, karena mereka sering membaca dan menulis sangat kritis. Mereka yang “rabun aksara’ atau “buta aksara”, adalah mahasiswa yang membaca karena dipentingkan sebagai hapalan ujian semester. Mereka yang ‘buta aksara’ bukan hanya dalam pengertian ‘illiterate’ (‘ill in literate’ atau ‘sakit dalam bacaan’), tapi juga ‘sickliterate’ (‘got sick in literate’ atau ‘menderita sakit dalam bacaan’). UKPMers perlu melakukan ‘pengobatan massal’ pada mayoritas mahasiswa Universitaswastanuddin yang memang masih ‘illiterate’ dan ‘sickliterate’. Mahasiswa Universitaswastanuddin masih termasuk dalam kompleks ‘dead literate society’ (masyarakat yang mati dalam keaksaraan), karena terlalu lama diopname akibat menderita ‘illiterate’ dan ‘sickliterate’. Cara pengobatan massal itu cuma satu yakni CAKA harus terbit rutin, begitupun juga ‘Triple B’ (Baca Baca Berdiri) maupun juga ‘Newshit Letter’ (pelaporan berita-berita bangsat). CAKA FM bisa juga menjadi bagian penting dari pengobatan terhadap mayoritas mahasiswa Universitaswastanuddin yang ‘illiterate’ dan ‘sickliterate’.

3. Intel Inside

Caka harus menjalin kerjasama data dan informasi dengan orang-orang baik yang rela menjadi informan. Orang-orang yang seperti ”Amir” kita jadikan sebagai ”anggota jaringan mata-mata di lingkungan istana”. Rektorat diibaratkan sebagai “istana orang pintar” yang memanipulasi kebobrokan dengan cara-cara pintar. Orang-orang pintar yang berkonspirasi dalam menata kebobrokan harus dihadapi metode-metode cerdas. Dimana lagi metode-metode tersebut bisa dimainkan kalau bukan di Caka. Lagipula UKPM merupakan “wadah orang yang cerdas yang berpikiran merdeka’.

Contoh

Orang-orang seperti ”Amir” pasti masih banyak di rektorat. Cuma mereka nyaris tak punya metode untuk mengungkap kebobrokan itu. Posisi mereka cukup menjadi informan saja, sedangkan CAKA yang membeberkan informasinya. ”Amir” merupakan informan yang pernah dimuat pandangannya di CAKA, hingga membuat pihak rektorat melakukan pelaporan di kepolisian. Pelaporan “Amir” telah menjadikan CAKA sebagai satu-satunya media pemberitaan di kampus, yang pantas membuat pihak rektorat bergidik.

4. Internal Affairs

Di antara sesama anggota pejabat rektorat banyak yang seakan-akan berkawan, walaupun ikatan perkawanan itu terbuat dari tali kepentingan jabatan, proyek maupun statuta komersil lainnya. Di antara para pejabat itu pasti ada yang bermasalah dan ada di antara pejabat lain yang tidak suka padanya. Perseteruan diam-diam ini, harus diungkapkan karena keduanya mungkin saja mempunyai masalah serupa.ContohMantan PR III (atau siapapun pejabat rektorat) pasti merasa disingkirkan oleh sesama anggota rezim lama rektorat, yang telah mendapat jabatan baru. Tersingkirnya seseorang dari jabatan elit, karena tak terpakai lagi, bisa menjadi momentum untuk membuka selubung-selubung ‘kolusi negatif’ yang sedang terjadi. Pemegang jabatan PR III pada rezim sekarang, pastilah dimusuhi oleh pihak lainnya, yang tak masuk di jaringan kekuasaan elit. Ada juga mantan pembantu rektor yang masih terpilih di kedua kalinya, karena rektor yang terpilih berada dalam kelompok kepentingannya.

Perasaan tersingkir itu akan membuat dirinya akan berposisi sebagai ”insider opposition” (oposisi dari kalangan dalam) atau ”musuh dalam selimut”. Mereka yang tersingkir, pasti ada membuka tabir-tabir dusta yang selama ini dikemas dalam ‘kebohongan-kebohongan legalistik’. Di Unhas, ada sejumlah dosen yang membuat kelompok ‘vested interest’, yang sama sekali tidak berkaitan dengan mashab pemikiran atau apapun yang bersifat ilmiah. Mereka berkelompok hanya untuk melindungi otoritas atau batas teritorial kepentingan masing-masing.

5. Witness Safety Procedure

Siapapun yang menjadi informan atau saksi atas kebobrokan rektorat harus terlindungi identitasnya. Keberadaan mereka harus tak tak terlacak oleh kekuatan apapun yang ingin mengancam, mengintimidasi, dan mencederai para saksi tersebut.

Contoh

Cara melindungi saksi/informan ”Amir” bisa menjadi patokan kerja berkelanjutan UKKPM, meskipun cara itu harus membuat sejumlah anggota terbaik UKPM harus terintimidasi oleh ulah premanisme pihak rektorat, bahkan harus memenuhi panggilan pihak kepolisian. UKPMers harus melindung “sosok Amir siapapun” dari ketakutan, ancaman dan intimidasi pihak rektorat.

6. More Than Just Issues

Semua produk isu yang terjadi di rektorat, harus mengalami eksplorasi ”in deep reporting” (laporan mendalam) dan ‘in depth interview’. Apapun isu yang terdengar, bila masuk ke ruang Caka haruslah menjadi berita dari sumber-sumber terpercaya, baik ‘terpercaya kebohongannya’, 'terpercaya kemunafikannya' hingga ‘terpercaya kebenarannya’.

Contoh

Isu dalam kelambanan PR III dalam membuat solusi atas keprihatinan mahasiswa maupun dalam mengatasi gejolak mahasiswa, pasti disesalkan banyak pihak. CAKA harus mengetahui siapa pihak-pihak tersebut. PR III sekarang akan kembali mengikuti jejak PR III sebelumnya yang sering kali bertindak menyetujui cara kekerasan untuk segala perintang kesuksesan jabatannya. PR III akan mengatasi masalah dengan cara bermasalah, yakni mengadakan tindak premanisme.

7. Public Enemy

Pihak manapun yang sepatutnya bertanggung-jawab atas kebobrokan di Unhas harus diupayakan menjadi ”public enemy” (musuh bersama). Dalam pengertian bahwa orang tersebut memang bertindak umtuk memicu rasa marah tiap orang yang mengetahui kebobrokan itu.

Contoh

Persoalan pengadaan barang-barang inventaris Unhas biasanya mengalami ”hyper mark up” anggaran, sehingga penggelembungan anggaran, dianggap sebagai hal yang biasa. Persoalan ini telah terjadi bertahun-tahun, namun tak terekspos. Bila menyangkut penyelewangan keuangan, bisa membuat banyak orang terpacu ikut memusuhi para pelaksana ”mark up”. Ketika jaringan itu terbongkar, maka pelakunya pasti dimusuhi banyak orang atau minimal ia menjadi seorang yang tertuduh.

8. Don’t Blame It Satan

Reportase harus realistis, meskipun harus menggunakan kalimat-kalimat imajiner dalam jurnalistik kesusastraan (jurnalistik sastra) atau bahkan bila harus menggunakan ‘jurnalisme seribu mata’ (jurnalisme yang menggabungkan filsafat, sastra, dan realitas). ‘Jurnalisme Seribu Mata’ dapat ditemukan dalam buletin budaya ”Basis” dan pernah dipopulerkan penulisannya oleh Sindhunata dalam laporan sepak bola. Di harian Kompas. Dua jenis repotase cerdas itu sebaiknya tidak haya dicerna oleh sekian sedikit orang-orang kritis, tapi bisa pula dipahami oleh orang-orang ”the man on the street/orang awam”.

Ada juga “Jurnalisme Satu Mata”, “Jurnalisme Lucifer” atau “Jurnalisme Satu Dollar” (lihat: lambang satu mata dalam uang dollar) yang membuat setiap orang secara global, hanya menerima informasi tunggal dari media yang dikelola American-Jewshit (Yahudi Amerika Bangsat). ‘Jurnalisme Seribu Mata’ ala buletin “Basis” Yogyakarta dan Sindhunata, hanyalah penambahan sebanyak '999.999' mata baru yang mendukung ‘Satu Mata Lucifer’. “Kompas” telah menggunakan pula ‘Jurnalisme Seribu Mata plus 999.999 mata baru’ dalam pemberitaannya. Tolong analisa cara menulis Sindhunata dan lihat persamaanya dengan cara pemberitaan ‘Kompas’. Siapakah yang termasuk dalam ‘999.999 mata baru’ itu? Mereka adalah pihak yang mengedarkan berita ‘Kafir Both Side’, yang berasal dari kantor-kantor berita dan media-media yang yang dikuasai oleh American-Jewshit.

Kalimat-kalimat imajiner tersebut ala ‘jurnalisme sastra’, tak boleh dibuntukan oleh suatu pernyataan-pernyataan yang berbias entah dimana. Orang-orang jahat di rektorat tak menjadi tertuduh atas semua tindakan bobrok yang dilakukannya, karena pemberitaannya terlalu ‘serba prosa’ dan 'multi puitis'. Bila tulisan-tulisan berbias, maka kita seperti harus menyalahkan setan untuk semua kebobrokan. Tak ada setan yang mau bertanggung jawab untuk hal apapun. Kita juga tak boleh menulis tentang ”ghost accuser” sehingga seakan-akan semua pelaku kebobrokan tertuduh sebagai hantu.. Pelaku kejahatan di kampus dan negara ini, kebanyakan tertuduh tanpa subyek fisik bahkan tanpa nama. Kalau ada nama, paling cuma tiga huruf dalam bentuk initial. Kriminal korupsi tak pernah usai karena aparat keamanan dan aparat hukum hanya menangkap hantu secara imajiner. CAKA tak boleh mencurigai siapapun dalam bentuk ‘trial by the press’, (pengadilan oleh pers), tapi harus langsung menuduh. Janganlah lagi memakai ‘trial by the press’, tapi ‘press by the press’ (menekan oleh pers). Bila ‘trial by the press’, agak susah dilakukan, maka jalankan saja 'trial and error by the press’ (coba dan salah oleh pers'. Cobalah memproduksi 'berita yang salah' untuk 'orang yang salah', dengan cara coba-coba, dengan demikian berlakulah 'trial and error by the press’.

Contoh

Tidak boleh ada penggunaan kata ”oknum atau pihak tertentu” atas keberadaan pelaku kebobrokan, seperti yang lazim dipakai oleh pers umum untuk melindungi orang-orang jahat. Penggunaan kata ”oknum atau pihak tertentu”, persis seperti menyalahkan setan atau hantu sebagai biang atas segala dosa dan kejahatan. Tak ada gunanya selalu menyalahkan setan, dengan “khotbah di atas bukit', bila orang-orang jahat tetap bebas berkeliaran.

Untuk itu CAKA tak boleh dibuat seperti ‘buletin Jumat’ yang nyaris selalu mencerca kesalahan setan di beberapa edisi. Seberapa seringpun mencerca setan dan ‘berkothbah secara berapi-api’, tapi ‘makhluk dari api’ tetap menjadi ”the untouchable”, (tak tersentuh tangan-tangan hukum). Tak ada gunanya mencerca makhluk misterius yang bermarkas pada setiap nafsu-nafsu rendah manusia. Pembuktian bahwa setan selalu bersalah atas terjadinya semua tindak kejahatan, hanya terjadi sesudah hari kiamat. CAKA tak mungkin menunggu ”hari kiamat” untuk membuktikan bahwa ”oknum dan pihak tertentu” memang benar-benar bersalah. CAKA harus membuktikan kejahatan itu di setiap edisi, agar setiap kriminal korupsi dan varian-variannya selalu bertemu ‘hari kiamat’, selama tujuh hari dalam seminggu. CAKA harus membuat sendiri ‘hari kiamat’ bagi pendosa-pendosa birokrasi di rektorat dan fakultas. Parahnya lagi bila orang jahat itu yang menyediakan 'bukit' dan 'mimbar' untuk berkotbah.

Setan yang harus dihadapi UKPMers bukanlah “Setan yang berdiri mengangkang” seperti versi tembang Iwan Fals. Setan seperti itu sudah kadaluarsa sejak era akhir Orde baru. Setan yang mengangkang, sekarang tak lagi di produksi oleh 'orang-orang yang bermain seperti Tuhan', bahkan satan's genuine parts (suku cadang asli setan) sudah tak ada di pasaran. Setan jenis baru di era 'Orde Baru-Baru ini' yakni 'Setan Nungging'. Apa ada setan seperti itu? Ya pasti ada, cuma harus dicari dengan cara 'investigasyik' (investigasi itu asyik). Pada 'Setan Nungging', pelakunya sering menutup muka dengan kertas atau apa saja, agar tak kelihatan. 'Setan Nungging' lebih suka mempertunjukkan bokong daripada memperlihatkan muka. Lihat para koruptor di televisi atau koran, mereka sering menutup muka. 'Setan Nungging' selalu begitu, hanya bokong melulu yang diperlihatkan.

9. Not for Ice ’N’ Eyes

Berita CAKA tidak hanya sekedar mengungkap fenomena gunung es belaka (Iceberg phenomena). Dalam psikologi, fenomena ini mengungkapkan bahwa sesuatu yang tersembunyi dari pandangan mata, pasti bercokol sesuatu yang lebih besar dan lebih banyak dari apa yang terlihat di permukaan. Secara fenomenologis, suatu berita memang merupakan hal yang terlihat di mata, namun ”something strange in deep sea blue” (sesuatu yang aneh di kedalaman) harus di observasi lebih lama lagi. Berita CAKA harus lebih dari sekedar fenomena gunung es, meskipun demikian, UKPMers harus tetap tampil dengan ”cool style”.

Contoh

Forum bersama UKM dipromotori Drs. Ashari Sirajuddin Msi hendak dijadikan wadah penggalangan anggota UKM untuk kepentingan pribadinya. Pembentukan FORBES (Forum Berparasit) dibuat untuk 'kepentingan berbenalu' dari pihak yang membuatnya. Kepentingan pribadi 'jangka pendek' dan 'jangka menengah' mungkin berhasil, entah kalau kepentingan 'jangka panjang sekali'. Sukses atau 'sangat sukses' dalam mengambil keuntungan pribadi, itu urusan dari sang oknum. Urusan yang perlu diurus yakni sejauh mana mahasiswa terkooptasi oleh adanya 'forum berparasit' itu?

FORBES UKM merupakan suatu 'fenomena gunung es', dari hasrat berkuasanya di rektorat., Lalu ada apa di bawah permukaan gunung es ? Itu yang harus dilacak CAKA. Orang ini pernah mempolitisir berita CAKA untuk dilaporkan ke polisi, ia hendak menjadi pahlawan kesiangan di kalangan pejabat rektorat. Ia bahkan pernah melakukan intimidasi premanisme terhadap pengelola CAKA.

(to be continued)

Tidak ada komentar: